Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

mengenal buncis banyumasan

Buncis Banyumasan

Nama Buncis di Banyumas berasal dari nama sayuran untuk lauk-pauk yang kemudian digunakan sebagai nama salah satu kesenian rakyat Banyumas. Kesenian tersebut berbentuk seni pertunjukan rakyat yang dimainkan oleh delapan orang penari sekaligus penyanyi.
Seni Buncis Banyumasan merupakan seni angklung yang dimainkan oleh tujuh orang penari, enam orang memegang alat musik angklung yang bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem), 1 (ji tinggi), 2 (ro tinggi), dan yang satu orang memegang alat musik berupa gong bumbung atau gong pring. Wujud dari Buncis yaitu perpaduan antara seni tari, seni musik, dan seni vokal. Sedangkan untuk kostum mengenakan mahkota berhias bulu ayam dan potongan kain pada celana yang menyerupai rumbai-rumbai.

sejarah buncis banyumasan 

Semisal versi Desa Tanggeran dan versi Kaliwedhi. Antara versi yang satu dengan lainnya terdapat banyak perbedaan, baik tokoh, alur, ataupun settingnya. Tapi dari perbedaan tersebut tentunya terdapat kesamaan walaupun hanya sedikit.

Sejarah Buncis Versi Tanggeran

Menurut Soemardi dalam Martaredja (2004: 1) diceritakan seorang Hadipati bernama Sundarapati yang ingin mengetahui sejarah Ngayogyakarta. Ia mengadakan sarasehan yang dihadiri oleh Patih Sundara dan Ki Ageng Ampel. Kedua orang tersebut menceritakan sejarah Ngayogyakarta secara bergantian. Tetapi antara keduanya terdapat perbedaan dan menganggap cerita masing-masing yang paling benar. Lama-kelamaan hal tersebut menjadikan pertengkaran yang membuat Patih Sundara naik darah dan menusukkan kerisnya pada Ki Ageng Ampel hingga mati.
Setelah kematian Ki Ageng Ampel, muncul suatu wujud Raden Rohmat (Sunan Ampel). Tapi Sunan Ampel juga kalah lalu lari dan berlingdung di bawah pohon beringin. Di sana Sunan Ampel memanggil anak angkatnya yang bernama Raden Patah Haji untuk membalas kekalahannya. Tapi Patah Haji juga kalah dan lari ke Negeri Dayak. Untuk mengelabui Patih Sundara dalam perjalanannya Patah Haji berpakaian selayaknya orang Dayak dengan serba bulu. Patih Sundara akhirnya kehilangan jejak dan ia pergi ke kesepuhan di Pedukuhan Lemah Tenggar yang bernama Ki Empu Kriyayuda yang berasal dari Majapahit.
Menurut penerawangan Kriyayuda, Patah Haji sekarang berada di negeri seberang (Dayak). Untuk membantu Sundara, Kriyayuda meminta bantuan Prajurit ke Majapahit. Mereka pun berangkat ke Negeri Dayak dan menemukan Patah Haji. Lalu terjadi pertempuran kembali, tetapi untuk kedua kalinya Patah Haji kalah. Ia pun lari ke tempat perlindungannya Sunan Ampel. Setelah tiba di sana Patah Haji diberi senjata berupa “Cis”.
Sunan Ampel dan Patah Haji akhirnya dikepung oleh Sundara dan Kriyayuda bersama prajuritnya. Buntu dalam pemikiran dan Patah Haji hanya memegang senjata “Cis”. Ia pun melawan dan dapat menusukkan senjatanya ke perut Kriyayuda hingga bersimbah darah. Darahnya mengalir menjadi dua, lalu lama kelamaan mengeras seperti batu. Setelah mengetahui Kriyayuda mati, Sundara beserta prajuritnya lari entah kemana. Sebab Patah Haji mengalami hal buntu dan hanya dapat pertolongan dengan senjata “Cis”. maka disebut Buncis.

Sejarah Buncis Versi Kaliwedhi

Menurut Atmono (2011: 10) Buncis berawal dari suatu peristiwa pertarungan antara dua orang yang memperebutkan seorang putri. Waktu itu ada sebuah kadipaten yang bernama Gendayakan. Kadipaten tersebut diperintah oleh seorang adipati bernama Raden Natakusuma dan mempunyai putra bernama Raden Prayitno. Sebagai pewaris kadipaten, Adipati Natakusuma mengharapkan putranya untuk segera menikah dan memilih calon istri.
Pilihan Raden Prayitno jatuh kepada putri Adipati Kalisalak yang bernama Dewi Nurkhanti. Adipati Natakusuma setuju dengan pilihan putranya itu dan kemudian mengirim utusan untuk meminang putrid Adipati Kalisalak tersebut. Pada saat bersamaan di Kadipaten Kalisalak juga sedang kedatangan utusan dari Keraton Nusakambangan yang bernama Patih Brajagelap dengan maksud yang sama yaitu melamar Dewi Nurkhanti untuk dijadikan permaisuri Prabu Parungbahas. Kedatang kedua utusan tersebut tentu saja membuat sang adipati kebingungan untuk memutuskan lamaran siapa yang akan diterima maupun ditolak, Akhirnya dibuatlah sayembara yaitu barang siapa yang dapat menyerahkan “Payung Tunggul Naga” dan “Bekong Wahyu” dialah yang akan diterima pinangannya.
Adipati Natakusuma lalu memerintahkan Raden Prayitno menemui Ki Ageng Giring untuk meminjam Bekong Wahyu. Patih Brajagelap karena kesaktiannya secara diam-diam dapat mengambil Bekong Wahyu dari rumah Ki Ageng Giring, sehingga pada saat Raden Prayitno datang benda tersebut sudah tidak ada di tempat. Segera Raden Prayitno disuruh untuk mengejar maling pusaka tersebut. Terjadi pertarungan sengit antara Patih Brajagelap dan Raden Prayitno. Namun karena kalah sakti Raden Prayitno akhirnya dapat dikalahkan dan lari ke rumah Empu Lemah Tenggar untuk minta bantuan. Di sana ia diberi pusaka berupa keris kecil (patrem) atau sering disebut Cis.
Pada saat menerima pusaka tersebut karena kurang hati-hati Cis tadi jatuh dan buntarannya pecah lalu menjelma menjadi makhluk menyeramkan bertubuhuh tinggi besar dan berbulu hitam. Sedangkan Cis-nya menjadi seekor ular naga. Makhluk jadi-jadian itu berjanji akan membantu Raden Prayitno merebut Bekong Wahyu dari tangan Patih Brajagelap.
Akhirnya Patih Brajagelap dapat dikalahkan oleh makhluk jadi-jadian tersebut dalam peperangan yang sangat seru. Sebagai ungkapan kegembiraan setelah menang dalam peperangan makhluk jadi-jadian itu menari-nari dengan riangnya. Dari situlah akhirnya tumbuh kesenian Buncis.

Kecocokan sejarah buncis


Dari ke dua sejarah tersebut terdapat perbedaan yang sangat jauh baik tokoh atau pun settingnya. Dari berbagai perbedaan tersebut terdapat satu kesamaan yaitu adanya tokoh seorang empu dari Lemah Tenggar yang pada versi Tanggeran bernama Kriyayuda. Lemah Tenggar sendiri dulunya merupakan pedukuhan yang ikut wilayah Desa Tanggeran. Jadi, kemungkinan seni Buncis Banyumasan memang berasaldari Tanggeran, sejalan dengan apa yang dikatakan Raji Samin (sesepuh Desa Tanggeran).
Selain itu, pada versi Kaliwedhi disebutkan adanya mahluk bertubuh tinggi besar yang menyeramkan dan berbulu hitam. Hal tersebut sangat cocok dengan penampilan penari Buncis di Tanggeran yang menggunakan mahkota berbulu ayam warna hitam dan bermuka menyeramkan. Anehnya Buncis di Kaliwedhi tidak menggunakan bulu dan berpenampilan menyeramkan, tetapi berpakaian biasa dengan adanya golek yang seolah menggendong manusia.

Pada versi Tanggeran juga disebutkan bahwa Patah Haji dalam pemberangkatannya berpakaian seperti orang Dayak yaitu serba bulu. Apabila disandingkan dengan seni Buncis Tanggeran juga sesuai karena apabila diamati penampilan penarinya juga mirip orang Dayak yaitu menggunakan mahkota bulu ayam dan potongan kain yang menyerupai rumbai-rumbai.

Dari ke dua sejarah tersebut lebih condong pada seni Buncis di Desa Tanggeran, walaupun sejarah yang kedua bukan dari Tanggeran, melainkan dari Kaliwedhi. Pada kenyataannya yang disebut seni Buncis di Kaliwedhi sangat berbeda dengan seni Buncis di Tanggeran. Apabila melihat kedua sejarah tersebut, pembaca tentunya dapat menilai manakah yang lebih sesuai disebut seni Buncis Banyumasan!

elinotes
elinotes hay namaku eli setiawan biasa dipanggil eli, saya adalah admin elinotes dari blog elinotes.com yang membahas artikel teknologi, blogger, software, hewan, aplikasi, dll. kunjungi profil google developer https://g.dev/elinotes dan silakan apabila membutuhkan jasa Content Placement elinotes review diblog ini bisa kirim email ke [email protected]

Posting Komentar untuk "mengenal buncis banyumasan "